3 Budaya Toxic yang Wajib Orang Tua Hindari Agar Anak dapat Membangun Bisnis Kopi yang Sehat
ETCRoastery.com – Bisnis kopi tengah menjamur pesat di Indonesia selama lima tahun belakangan. Bahkan, sebuah sumber mencatat jumlah gerai kopi di Tanah Air mencapai lebih dari 3.000 gerai dengan nilai transaksi per tahun lebih dari Rp 4 triliun.
Menilik animo masyarakat yang begitu besar terhadap kopi, tak heran banyak pelaku bisnis yang mulai melirik industri kopi dan membuka gerai mereka sendiri. Alhasil, bisnis kopi pun semakin menjamur.
Meski demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi siapa saja yang hendak memulai bisnis ini. Selain dari segi pendanaan, etika dan pengetahuan menyeluruh mengenai dunia kopi dan hal teknis lainnya, hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan sebelum memulai bisnis kopi adalah menyingkirkan budaya toxic yang dapat melemahkan pertumbuhan unit bisnis yang sehat.
Tiga dari budaya toxic tersebut secara tidak disadari ternyata bermula dari hubungan orang tua dan anak yang terbangun sejak usia dini lho. Dengan mengidentifikasi dan menyingkirkan budaya toxic tersebut, sebuah ekosistem bisnis yang sehat seperti semangat ETC Roastery, “Be Ally, Not Toxic” dapat diwujudkan.
Lantas apa saja tiga budaya toxic yang harus disingkirkan dari hubungan orang tua dan anak tersebut?
Orang tua selalu benar
Salah satu budaya toxic yang muncul dari relasi orang tua dan anak adalah stigma bahwa “Orang tua selalu benar”. Budaya toxic ini dapat melemahkan mental anak Anda yang hendak berkreasi, membuka peluang atau hendak memulai bisnis baru seperti terjun ke industri kopi.
Tak jarang, budaya toxic ini tumbuh dari orang tua yang juga menggeluti dunia bisnis. Untuk menghindarinya, sangat disarankan bagi para orang tua untuk lebih terbuka dengan pilihan anak Anda, biarkan mereka mengembangkan minat, bakat serta insting bisnis mereka.
Krisis kepercayaan dari orang tua terhadap anak
Budaya toxic selanjutnya yang kerap tumbuh dari relasi orang tua dan anak yaitu krisis kepercayaan dari orang tua terhadap anak mereka. Umumnya, budaya toxic ini tumbuh pesat di kawasan timur seperti Indonesia.
Pelaku bisnis yang kerap menjadi korban adalah anak yang masih hidup bersama orang tua mereka. Atau jika pun mereka ingin memiliki kehidupan sendiri, memperoleh larangan dari orang tua.
Sangat disarankan bagi orang tua untuk memberikan kepercayaan lebih bagi anak mereka untuk mengembangkan diri, bergaul bahkan menentukan pilihan mereka selepas dewasa. Hal paling sederhana seperti tidak membebankan anak Anda dengan pertanyaan “Pulang jam berapa?” padahal mereka tengah berusaha membuka peluang bisnis mereka dengan berjejaring maupun belajar di luar rumah.
Membandingkan anak
Budaya toxic lainnya yang kerap membuat anak Anda tidak percaya diri dalam berbisnis adalah kebiasaan membandingkan anak sendiri maupun orang lain. Sadarilah wahai para orang tua, setiap anak dilahirkan dengan kelebihan dan keistimewaan mereka masing-masing.
Sehingga, budaya toxic membandingkan anak Anda yang tampak lebih baik dan berprestasi di satu bidang tertentu dengan anak Anda lainnya tidaklah memberikan dampak yang baik bagi mental anak Anda.
Sebaliknya, berikanlah selalu dorongan positif bagi anak-anak Anda tanpa tebang pilih untuk mengembangkan karir mereka berdasarkan potensi yang mereka miliki. Termasuk saat anak Anda memutuskan untuk terjun di industri kopi dan membangun bisnis mandiri.
Itulah tiga budaya toxic yang harus disingkirkan dari hubungan orang tua dan anak, agar kelak anak Anda dapat menjadi pebisnis ulung serta sanggup membangun ekosistem bisnis yang sehat versi ETC Roastery. [AP]